Raudlah 2 Lumut. “Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah 2 Lumut bukan bengkel, bukan tukang sulap yang mampu merubah sesuatu dari buruk menjadi baik dalam waktu sekejab, perlu ada waktu yang panjang dalam mendidik, perlu ada kesabaran lebih mendalam ketika mengajar dan dibutuhkan pemikiran mendasar untuk memberikan pencerahan dan terobosan agar pesantren dan santri/santriwatinya dapat menjadi lebih baik.” Sambut pewakif Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah 2 Lumut, Drs. H. Abdul Aman Nasution saat mengucapkan kalimat selamat datang dalam acara “Silaturrahim Keluarga Besar Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah 2 Dengan Wali Santri/Wati Baru Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah 2 Lumut.” di Masjid Pesantren. Ahad, 7/7.
Selain silaturrahim, pesantren juga menerangkan bagaimana arah, kiprah, serta visi-misi pesantren dan juga cita-cita pesantren ke depannya. Diantaranya terangkum dalam sambutan Direktur Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah 2 Lumut, Al-Ustadz Supriadi, M.Pd.I bahwa: “Pesantren ini adalah wakaf, milik kita bersama, harus sama-sama kita jaga, kita kembangkan dan kita perjuangkan bersama. Dalam upaya menjaganya bapak-ibu kami harapkan bisa memahami pesantren dan ikut serta dalam menjalankan disiplin serta aturan yang berlaku di pesantren, saat waktu shalat biarkan anak shalat berjama’ah jangan di panggil, di saat anak masuk kelas, tunggu hingga waktu istirahat atau usai pulang sekolah baru di jumpai, intinya jangan merusak aturan pondok, sebab kami sebagai guru-guru di sini juga benar-benar berusaha semaksimal mungkin dalam mendidik anak-anak kami dengan sepenuh hati, memantau shalat mereka, makan mereka, bahasa mereka serta perkembangan keilmuan mereka. Mendidik mereka menjadi diri yang mandiri dengan jiwa kesederhanaan adalah terget utama kami saat ini.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang kami hormati, Raudlah tidak pernah membeda-bedakan anak-anak kami dari status sosial orang tuanya, siapapun dia tetap di perlakukan sesuai dengan porsinya masing-masing, tetap tinggal dalam kamar yang sama, makan dan minum di dapur yang sama, mandi di kamar mandi yang sama, hingga belajar di kelas dan guru yang sama, tidak ada pengkotak-kotakan menurut strata sosial orang tuanya, seperti yang terangkum dalam semboyan pesantren, Raudlah Di Atas Dan Untuk Semua Golongan.”
Selain menjelaskan tentang aturan, disiplin, perkembangan pesantren dan juga memperkenalkan wali kelas 1 dan 1 Intensif kepada orang tua/wali santri/santriwati baru, bapak direktur juga menekankan bahwa segala bentuk pekerjaan anak-anak kita di pesantren ini tidak lepas dari nilai-nilai kepondokmodernan. Semboyannya: “Apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar dan apa yang kamu rasakan adalah pendidikan” begitulah pola pendidikan di pesantren modern ini. Maka dari itu, jangan pernah mengira piket rayonnya anak-anak, membuang sampah, piket kelas, diajak gotong royong oleh ustadz dan ustadzahnya adalah memanfaatkan tenaga mereka, tidak…. bukan…. sama sekali tidak demikian, akan tetapi ini adalah upaya mendidik mereka tentang bagaimana hidup dan kehidupan, bagaimana arti kebersamaan dan pola gotong royong di masyarakat, begitulah pesantren mengajarkan trilogi pendidikan melalui praktek lapangan langsung.
Di akhir sambutannya, bapak direktur menjelaskan bahwa seluruh guru (ustadz/ustadzah) yang ada di sini bukan pekerja tapi pejuang fi sabilillah, yang berfokus mencetak, mendidik dan mengajarkan santri/wati agar bisa menjadi santri yang memiliki potensi apa saja sehingga dapat terjun dan siap penjadi pejuang dimanapun dia berada, sebab dibumi manapun dia berpijak, maka dialah yang bertanggungjawab akan keislamannya.”
Tepat ketika MC menutup acara, di sambut dengan bergeraknya Direktur menyalami orang tua wali di dampingi bapak pewakif, bapak-bapak kepala bidang dan seluruh wali kelas, ustadz dan ustadzah yang dilanjutkan dengan temu akrab orang tua bersama wali kelas anaknya di dalam masjid pesantren Ar-Raudlatul Hasanah 2 Lumut. Ed. Irhas.