Raudlah. Pesantren adalah lembaga pesantren Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Di Pesantren kita di didik untuk tidak menggantungkan diri kepada orang lain, belajar mencukupi, dan menolong diri sendiri. Seperti mencuci sendiri, bertanggung jawab terhadap alat-alat sendiri, memegang keuangan sendiri, bangun cepat, serta mandi & makan tepat waktu, dan lain sebagainya. Itu semua harus mereka lakukan sendiri. Jika tidak pandai mengatur semuanya maka hidup di Pesantren akan sedikit kesulitan.
Ada sedikit kekhawatiran tampak di wajah orang tua santri dan santriwati anak baru, ketika mereka mencoba ikhlas melepaskan anaknya hidup di Raudlah sedang mereka belum terbiasa hidup mandiri dan mengatur diri sendiri. Tidak jarang keluhan keluhan sang anakpun menguji ketabahan hari orang tua Seperti kesulitan mencuci baju, kebingungan merapikan lemari, bahkan ketidak cocokan dalam berpakaian pun sering di keluhkan sang anak pada orang tuanya ketika menelpon. Namun, di Raudlah inilah yang dikatakan pendidikan. “Apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, apa yang mereka rasakan, semuanya adalah pendidikan.” Seiring berjalannya waktu, insya Allah mereka akan terbiasa dengan semua kegiatan dan kedisiplinan pesantren dengan sendirinya.
Ada kata yang harus kita tanamkan dalam sebelum membiasakan diri hidup di Pesantren ini yaitu kata IKHLAS. Jika ingin anak betah di Raudlah, maka orang tua yang meninggalkan anaknya harus ikhlas, dan anaknya yang ditinggalkan di Raudlah juga harus ikhlas. Semuanya harus ikhlas dan mempercayakan seluruhnya, seutuhnya ke Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah ini. Jika kita tidak ikhlas dikhawatirkan apa yang kita inginkan tidak akan tercapai. apa yang kita impikan tidak akan terwujudkan. Maka dari itu di Ar-Raudlatul Hasanah harus ikhlas dalam pergaulan, ikhlas dalam nasehat-menasehati, ikhlas dalam memimpin, ikhlas ketika dipimpin, dan iklas dalam berbagai macam hal di berbagai lini kehidupan di pesantren ini. berharap suasana persaudaraan yang akrab, keceriaan, kesenangan, kegembiraan, kesedihan, dan kesusahan dirasakan bersama antara satu dengan lainnya, namun selalu dikutakan kembali dengan perasaan keagamaan yang kuat sehingga darinyalah mereka saling tolong menolong, bantu-membantu dan seterusnya, dan seterusnya. Ed.Citra